Data KPAI Masih Bersifat Primer

25-11-2014 / KOMISI VIII

Anggota Komisi VIII DPR RI, Kusbiyanto mempertanyakan data yang disajikan KPAI yang masih bersifat primer dan tidak mendetil. Pasalnya, data tersebut sangat diperlukan untuk mengukur standar keberhasilan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama ini. Hal tersebut diungkapkannya dalam RDP (rapat dengar pendapat) Komisi VIII dengan KPAI, Senin (24/11) di Senayan Jakarta.

“KPAI ini bukan sebagai eksekutor tapi lebih kepada pengawasan sehingga seyogyanya apa yang sudah diawasi itu dapat menjadi kontribusi besar baik untuk DPR maupun pemerintah dalam menentukan kebijakan atau regulasi ke depan, tentunya yang terkait dengan perlindungan anak,”ungkap Politisi dari Fraksi PAN ini.

Sayangnya, dilanjutkan Kusbiyanto, selama ini kelemahan dalam semua bidang dan pihak, termasuk KPAI adalah dalam hal data. Ia menilai data yang disampaikan KPAI ke Komisi VIII masih berupa data primer atau data pokok saja, tidak mendetil. Hal ini tentu menjadi sulit untuk bisa mengukur keberhasilan KPAI itu sendiri, karena tidak ada standarisasi yang jelas.

 “Seharusnya KPAI punya data berapa kasus yang masuk, berapa yang sudah teratasi dan berapa yang belum teratasi disertai alasannya kenapa belum teratasi. Dari sana akan terlihat peran yang lebih menonjol ada dimana. Sehingga KPAI dapat membuat semacam rekomendasi kepada DPR dan pemerintah untuk membuat atau merevisi yang mungkin saja dalam perkembangan di masyarakat regulasi yang ada sudah tidak sesuai,”paparnya.

Menjawab hal tersebut, Kepala divisi pendataan dan informasi KPAI, Maria Ulfa Anshor mengatakan bahwa selama ini data yang dikumpulkan KPAI beragama, yakni meliputi data yang masuk lewat pengaduan oleh masyarakat, data yang berasal dari pemantauan di lapangan, serta data skunder yang diperoleh lewat media massa.

“Data-data dari KPAI yang dipublished itu juga digunakan oleh media massa, akademisi bahkan organisasi PBB. Memang tidak semua data bisa ditampilkan, mengingat ada etika tersendiri, apalagi ini menyangkut nasib anak ke depan,”jelas Maria Ulfa.

Atas jawaban tersebut, Kusbiyanto menilai seharusnya tidak ada data yang disembunyikan KPAI. Dengan kata lain seluruh data yang masuk disertai pengawasan dan penanganannya selama itu seharusnya dapat diserahkan kepada DPR dan tentu pihak-pihak yang menginginkannya. Namun khusus untuk kasus tertentu, nama anak bisa disamarkan dengan alasan etika. Hal tersebut semata-mata demi melindungi diri si anak beserta nama baiknya.

“Kalau untuk nama anak saya setuju tidak boleh ditampilkan, namun jumlah atau data kasus yang ada tidak boleh disembunyikan,apalagi kepada DPRini untuk mengetahui juga sejauh mana pengawasan serta SOP (standard operational procedure) yang sudah dilakukan KPAI  selama itu,”tegas Kusbiyanto ini.(Ayu)/foto:andri/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Maman Imanulhaq Dorong Kemenag Perkuat PAUD Qu’ran
14-08-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq mendorong Kementerian Agama (Kemenag) untuk memperkuat posisi Pendidikan Anak Usia...
Legislator Komisi VIII Dorong Peningkatan Profesionalisme Penyelenggaraan Haji
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Surabaya - Anggota Komisi VIII DPR RI Inna Amania menekankan pentingnya efektivitas dan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji. Hal...
Selly Andriany Ingatkan Pentingnya Harmoni Sosial Pasca Perusakan Rumah Doa di Sumbar
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Menanggapi insiden perusakan rumah doa umat Kristiani di Sumatera Barat, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany...
Selly Andriany Minta Penindakan Tegas atas Perusakan Rumah Doa GKSI di Padang
30-07-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyayangkan aksi intoleransi yang terjadi di Padang, Sumatera Barat,...